Situs Karang Kamulyan |
Secara administratif, situs ini terletak di kecamatan Cijeunjing,kabupaten Ciamis,dari pusat kota Ciamis letaknya kurang lebih 17 kilometer ke arah kota Banjar. Karang Kamulyan adalah salah satu cagar budaya yang ada di Kabupaten Ciamis. Cagar budaya ini luasnya sekitar 25 Ha letaknya sangat strategis karena terletak di antara pertemuan dua sungai yaitu sungai citanduy dan sungai cimuntur. Menurut penyelidikan tim arkeologi dari Balar yang dipimpin oleh Dr Tony Jubiantoro pada tahun 1997, situs Karangkamulyan merupakan peninggalan Kerajaan Galuh yang pertama. Dari simpulan penelitiannya,di duga sejak abad ke-9 masehi,di tempat ini telah ada kehidupan,terbukti dengan di temukannya keramik yang berasal dari dinasti Ming. selain itu dari berbagai penelitian ahli sejarah,mereka menyimpulkan bahwa agama yang dianut pada masa Kerajaan Galuh adalah agama Hindu karena berdasarkan Carita Parahyangan yang menyebutkan bahwa pemujaan yang umum dilakukan oleh Raja Galuh adalah sewabakti ring batara upati. Upati berasal dari bahasa Sansekerta utpati atau utpata, yaitu nama lain untuk Yama, dewa pencabut nyawa agama Hindu dari mazhab Siwa. (Nugroho Notosusanto ; 1993 : 358)
Karang Kamulyan sangat identik dengan Ciung Wanara,siapakah Ciung Wanara ini? Berdasarkan cerita turun temurun,Ciung Wanara merupakan anak dari Prabu Adimulya Sanghyang Cipta Permana Di Kusumah dan permaisurinya Dewi Naganingrum. Mendekati ajal tiba Sang Prabu mengasingkan diri dan kekuasaan diserahkan kepada patih Bondan Sarati dalam memerintah sang patih sangat otoriter dan tidak bijaksana,hanya mementingkan diri sendiri.Singkat cerita Masa kecil Ciung Wanara dibesarkan oleh kakeknya Aki Balangantrang. Setelah dewasa, Ciung Wanara dijodohkan dengan cicit Demunawan bernama Dewi Kancana Wangi, dan dikaruniai puteri yang bernama Purbasari yang menikah dengan Sang Manistri atau Lutung Kasarung.
Karena perbuatannya merugikan rakyat,maka Ciung Wanara bertekad merebut kembali tampuk kekuasaan dari sang patih.Dalam usahanya merebut kerajaan Galuh dari tangan Sang patih, Ciung Wanara dibantu oleh kakeknya yaitu Aki Balangantrang yang mahir dalam urusan peperangan dan kenegaraan bersama pasukan Geger Sunten. Perebutan kerajaan ini konon tidak dilakukan dengan peperangan, tapi melalui permainan sabung ayam yang menjadi kegemaran raja dan masyarakat pada saat itu. dan akhirnya Ciung Wanara memenangkan permainan ini dengan mudah.
Ciung Wanara memerintah selama 44 tahun (739-783 Masehi), dengan wilayah dari Banyumas sampai dengan Citarum, selanjutnya setalah Ciung Wanara melakukan manurajasuniya (mengakhiri hidup dengan bertapa), maka selanjutnya kerajaan Galuh dipimpin oleh Sang Manistri atau Lutung Kasarung, menantunya. Ciung Wanara disebut juga Sang Manarah, atau Prabu Suratama, atau Prabu Jayaprakasa Mandaleswara Salakabuwana.
Kembali ke lokasi situs Karang Kamulyan,sesampainya di lokasi para pengunjung dapat menikmati berbagai peninggalan bersejarah, yang pertama di temui ialah Pangcalikan atau Palinggihan, PAlinggihan merupakan sebuah batu bertingkat-tingkat berwarna putih, berbentuk segi empat, secara sepintas bentuk nya menyerupai yoni yang di balik sehingga di gunakan sebagai altar di sekelilingnya di tambahai beberapa batu kecil,sehingga memberi kesan seperti sebuah dolmen (kubur batu). Letaknya berada dalam sebuah struktur tembok yang lebarnya 17,5 x 5 meter.
tempat selanjutnya ialah Sanghyang Bedil, merupakan suatu ruangan yang dikelilingi tembok berukuran 6,20 x 6 meter. Tinggi tembok kurang lebih 80 cm. Pintu menghadap ke arah utara, di depan pintu masuk terdapat struktur batu yang berfungsi sebagai sekat. Di dalam ruangan ini terdapat dua buah menhir yang terletak di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm. Bentuknya memperlihatkan tradisi megalitikum. Menurut kepercayaan masyarakat, Sanghyang Bedil kadangkala dapat dijadikan sebagai pertanda akan datangnya suatu kejadian, masyarakat setempat juga menyimpulkan bahwa sangyhang bedil merupakan perlambang hawa nafsu.tidak jauh dari lokasi ini terdapat penyabungan ayam,konon kabar nya di sinilah tempat ciung wanara melakukan adu ayam dengan sang patih,selain itu tempat ini di percaya sebagai sarana pemilihan raja secara demokratis.
Peninggalan selanjutnya berupa stupa,. Bentuknya indah karena dihiasi oleh pahatan-pahatan sederhana yang merupakan peninggalan Hindu. Letak batu ini berada di dalam struktur tembok yang berukuran 3 x 3 x 0.6 m. Di tempat ini terdapat dua unsur budaya yang berlainan yaitu adanya kemuncak dan struktur tembok. Struktur tembok yang tersusun rapi menunjukkan lapisan budaya megalitik, sedangkan kemuncak merupakan peninggalan agama Hindu. Masyarakat menyebutnya sebagai lambang peribadatan atau lambang keagamaan, karena dilihat dari bentuknya yang mirip dengan stupa.
Tidak jauh dari lokasi lambang peribadatan terdapat sebuah menhir dan dolmen, letaknya dikelilingi oleh batu bersusun. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70 cm, sedangkan dolmen berukuran 120 x 32 cm. Menurut cerita, di sinilah Ciung Wanara dilahirkan oleh Dewi Naganingrum, kemudian bayi itu dibuang dan dihanyutkan ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan Dewi Naganingrum bersandar di tempat itu selama empat puluh hari dengan maksud untuk memulihkan kesehatannya setelah melahirkan.Masyarakat mempunyai mitos pada tempat ini. Sebagian masyarakat percaya bahwa kalau ada ibu-ibu yang belum dikaruniai anak dan ingin mempunyai anak, maka harus bersandar di tempat itu.
Nah bila ke tempat ini sempatkan lah mengunjungi cikahuripan letak nya masih berada di dalam lokasi situs,tempat ini merupakan sebuah sumur yang letak nya dekat dengan pertemuan sunagi citanduy dan cimuntur.sumur ini tidak pernah kering bahkan di kala musim kemarau panjang,oleh karena itu di percaya sebagai sumur kehidupan.dan saat ini tidak jarang di gunakan para pengunjung untuk mencuci muka,karena di percaya bisa membuat awet muda.selain itu terdapat juga sebuah makam dipati panaekan,beliau adalah putra kedua dari Cipta Permana (Prabu di Galuh) Raja Galuh Gara Tengah, ia wafat karena dibunuh oleh adik iparnya sendiri yang bernama Dipati Kertabumi (Singaperbangsa I) karena perselisihan paham dalam rangka penyerbuan Belanda ke Batavia dimana Panaekan condong ke pendapat Dipati Ukur sedangkan Singaperbangsa condong ke pendapat Rangga Gempol. Setelah dibunuh, jasadnya dihanyutkan ke Cimuntur dan diangkat lagi dipertemuan Sungai Cimuntur dan Sungai Citanduy lalu dikuburkan di Karang Kamulyan.
Di tempat ini terdapat sebuah jalan kuno,konon jalan ini dulu nya merupakan jalan yang menghubungkan kerajaan pajajaran dengan kerajaan lain nya seantero pulau jawa seperti majapahit maupun sumedang larang,sayang sekali akibat tergerus jaman peninggalan nya saat ini hanya tinggal sedikit.selain ramai oleh pengunjung di hari hari biasa.menjelang bulan ramadhan tempat ini kerap pula menggelar sebuah upacara memagari pangcalikan,biasa nya upacara ini di mulai dengan doa bersama yang di pimpin oleh juru kunci karang kamulyan,selanjut nya para peserta upacara melakukan makan bersama di sekitar pangcalikan. Masyarakat juga membawa bambu dan menggunakan bambu tersebut untuk membuat pagar bambu mengelilingi pancalikan. Kegiatan ini juga mempunyai arti tersendiri yaitu memagari atau membentengi umat muslim yang akan melaksanakan ibadah puasa dari gangguan setan yang akan terus mengganggu umat manusia.
Keunikan lainnya di okasi ini ialah,selain para pengunjung bisa belajar sejarah dengan melihat berbagai peninggalan arkeologis.para pengunjung di suguhi juga dengan keasrian lam yang masih terjaga,pepohonan rindang serta udara sejuk adalah hal yang bisa di nikmati,tidak jauh dari lokasi parker yang luas berjejer puluhan penjual makanan dengan menu khas sunda,yang paling di cari oleh pengunjung ialah berbagai jenis karedok dan rujak segar.kerap kali setelah mengelilingi kompleks situs para pengunjung mengisi perut yang keroncongan dengan berbagai makanan dan minuman yang tersedia.
0 Comments